Rembang, Rembangcyber.net – Tujuh Rajab, merupakan hari wafat almaghfurlah Kiai Haji Muhammad Cholil Bisri yang akrab dipanggil Mbah Cholil.
Untuk mengenang almaghfurlah, Rembangcyber kembali menurunkan tulisan tentang sosok Kiai Cholil Bisri yang wafat pada 7 Rajab 1424 H bertepatan 24 Agustus 2004.
Tulisan ini kami sarikan dari berbagai sumber.
KH Cholil Bisri lahir di Rembang tanggal 12 Agustus 1942 bertepatan dengan tanggal 27 Rajab 1263 H. Mbah Cholil adalah putra pertama dari pasangan KH Bisri Mustofa bin H Zaenal Mustofa dengan Nyai Hj Ma’rufah binti KH Cholil Harun Kasingan Rembang.
KH Kholil Harun sendiri merupakan pendiri Pesantren Kasingan Rembang. Pondok Kasingan mengalami masa keemasan pada tahun 1935 dengan ribuan santri. Beberapa alumni yg menjadi tokoh besar, antara lain: KH Bisri Mustofa, KH Machrus Ali Lirboyo, KH Misbah Mustofa Tuban.
Mbah Cholil menikah dengan Nyai Hj Muhsinah binti KH Soimuri Solo dan dikaruniai delapan putera, yakni; Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), Ummi Kalsum Cholil Dzalij, Zaenab Cholil Qotsumah, Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut), Faizah Cholil Tsuqoibak, Bisri Cholil Laquf (Gus Ipul), Muhammad Hanies Cholil Barro’ (Gus Hanies) dan Muhammad Zaim Cholil Mumtaz (Gus Aim).
Beberapa putra – putra Kiai Cholil saat ini menduduki posisi penting di negeri ini. KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) sebagai Ketua Umum PBNU. H Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut) menjadi Menteri Agama Republik Indonesia.
Pendidikan Mbah Cholil
Pendidikan Mbah Cholil waktu kecil adalah di Sekolah Rakyat 6 Kartioso yang ditempuh dalam waktu lima tahun. Ia langsung diterima di kelas dua dan tidak mau satu kelas dengan adiknya, Gus Mus (KH Ahmad Mustofa Bisri) yang pada saat bersamaan juga masuk kelas satu.
Selain menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat (1954), Mbah Cholil juga sekolah di Madrasah Ibtidaiyah (1954), kemudian melanjutkan di SMP Taman Siswa (1956) bersamaan dengan sekolah di Perguruan Islam (1956).
Mbah Cholil kemudian melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur (1957), Pondok Pesantren al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta (1960), Aliyah Darul Ulum Makkah (1962), dan IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Kiai Cholil pernah nyantri kepada KH Machrus Ali Lirboyo dan KH Ali Maksum Krapyak Yogyakarta.
Kiprah di Organisasi
Di bidang organisasi, Kiai Cholil pernah menjadi Ketua GP Ansor Rembang, Ketua Partai NU Rembang (ketika NU menjadi partai sendiri pada 1971), Ketua DPC PPP (ketika NU fusi dengan PPP).
Mbah Cholil juga pernah menjadi A’wan dan Mustasyar PWNU Jawa Tengah, dan Ketua MPW PPP Jawa Tengah.
Pada 1982 Mbah Cholil diminta untuk menjadi anggota DPRD Tingkat I, tetapi Mbah Cholil menolak dengan ladan karena harus mengurus pesantren. Waktu itu, Mbah Cholil hanya mau di DPRD Tingkat II. Terlebih lagi setelah ayahnya meninggal pada 1977, Mbah Cholil memegang tanggung jawab untuk menjadi pengasuh di Pesantren Raudlatut Thalibin sehingga ia hanya tertarik dalam politik lokal.
Di pesantren, Mbah Cholil mengajar banyak kitab seperti Alfiyah, Syarah Fath al-Muin, Jam’ul Jawami’, dan Ihya’ Ulumuddin dan berbagai kitab lainnya
Ketika NU kembali ke khittah pada 1984, Kiai Cholil ikut terlibat dalam pemulihan Khittah NU. Dalam Muktamar ke-27 NU (1984), yang merumuskan Khittah NU, Kiai Cholil Bisri menjadi Ketua Panitia Perumus di Komisi Program.
Dalam perkembangannya, Kiai Cholil Bisri pada 1992 menjadi anggota DPR RI dari PPP.
Ketika PKB dideklarasikan pada 23 Juni 1998, Kiai Cholil Bisri menjadi salah satu tokoh penting. Ia menjadi Wakil Ketua Dewan Syuro DPP PKB, dengan Ketua Dewan Syuro KH Ma’ruf Amien (wakil presiden) dan Ketua Dewan Tanfdiziyah Matori Abdul Djalil.
Keterlibatannya dalam PKB mengantarkannya menjadi anggota DPR dari PKB, bahkan sampai menjadi Wakil Ketua MPR.
Meskipun menjadi politisi, kekiaian Kiai Cholil Bisri tidak luntur. Ia di Rembang tetap mengajar ngaji dan menjadi pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin sampai akhir hayatnya.
Mbah Cholil juga dikenal sangat menyukai kalimat-kalimat hikmah dari Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam al-Hikam, yang terkenal itu.
Mbah Cholil juga dikenal sebagai seorang penulis. Beberapa tulisan yang sangat populer adalah Kami Bukan Kuda Tunggang dan Ketika Biru Langit.
Semasa hayat, Kiai Cholil juga dikenal sosok kiai yang jaduk. Mbah Cholil memiliki banyak ‘gembolan’. Karenanya, Kiai Kholil sering menjadi rujukan bagi masyarakat saat terbelit masalah.
Doa dan suwuknya terkenal ces pleng. Tak hanya itu, sifatnya yang pemberani membuat Kiai Kholil sangat disegani oleh semua kalangan, mulai pejabat hingga rakyat biasa.
Hari selasa merupakan hari keramat Mbah Cholil. Bagaimanapun sibuknya, Mbah Cholil selalu menyempatkan mengaji bersama santri-santri sepuh pada ngaji “Selasanan”.
Mbah Cholil adalah sosok yang sangat menyayangi para santri. Kasih sayangnya salah satunya diwujudkan dengan seringnya Mbah Cholil memberikan wejangan dan ijazah kepada santri – santri sebagai bekal hidup bermasyarakat. Ijazah yang diberikan sangat komplit mulai soal istikamah dalam beribadah hingga suwuk bayi dan kejadukan.
Hal itu dilakukan semata-mata agar para santri kelak ketika sudah balik ke masyarakat, mereka dapat membantu sesama dan bermanfaat bagi orang lain
Mbah Cholil wafat pada Selasa 7 Rajab 1424 H bertepatan dengan 24 Agustus 2004. Mbah Cholil dimakamkan di dekat makam ayahnya, KH Bisri Mustofa dan leluhur lainnya di makam Kabongan Kidul Rembang.
Kagem Mbah Cholil, Alfatihah. Rom