Kota, Rembangcyber.net – Sidang Dewan Pengupahan Kabupaten Rembang yang dilakukan pada hari Rabu, 30 November 2022 di Hotel Pollos dengan agenda untuk menetapkan besaran Upah Minimum Kabupaten (UMK) Rembang tahun 2023, sempat diwarnai ketegangan ketika Ketua APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) Iwan Thomasfa, Walk Out dari forum sidang yang tengah berlangsung.
Hal ini terjadi dikarenakan APINDO tidak sepakat terhadap Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 Tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023 untuk dijadikan dasar dalam menetapkan UMK dan bersikeras agar kembali memakai dasar Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan.
Menurut Iwan tantangan perekonomian nasional masih sangat tinggi, hal ini disebabkan karena dampak dari pandemi COVID-19, maupun perang Rusia-Ukraina.
“Dalam situasi nasional dan global yang penuh dengan ketidakpastian tersebut, kepastian hukum seharusnya menjadi prinsip yang wajib ditegakkan bersama, khususnya untuk menyelamatkan sektor usaha dari potensi resesi yang mungkin akan terjadi. Dibutuhkan kebijakan yang adil dan bijaksana untuk mendorong pengusaha agar tidak semakin kesulitan dan terjepit yang pada gilirannya dapat menyebabkan hilangnya peluang kerja, gelombang pemutusan hubungan kerja massal, disamping kesejahteraan buruh yang juga harus diperhatikan,” terangnya.
Pria yang memiliki ciri khas selalu mengenakan sarung ini mengungkapkan bahwa terbitnya Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 menjelang penetapan Upah Minimum Tahun 2023 telah mengubah tatanan hukum yang telah ada sebelumnya dan mengakibatkan adanya ketidakpastian hukum di Indonesia.
Alasan Iwan ini sangat berdasar karena saat ini dalam menetapkan Upah Minimum Tahun 2023 baik Upah Minimum Provinsi (UMP) maupun Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Pemerintah mewajibkan semua Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, Walikota) agar tidak lagi memakai PP Nomor 36 Tahun 2021 dan menggantinya dengan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022.
Secara terpisah Sekretaris APINDO Rembang yang juga Advokat Jefri Hari Akbar mengungkapkan bahwa terbitnya Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 ini bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi diantaranya UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan jo UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, UU Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tanggal 25 November 2021 Tentang Cipta Kerja Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan.
“Kami sudah melakukan komunikasi dengan APINDO di semua Kabupaten/Kota, Provinsi dan Dewan Pimpinan Nasional APINDO untuk dilakukan tindakan lanjutan diantaranya melalui Dewan Pimpinan Nasional APINDO untuk mengajukan uji materiil atas Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tersebut ke Mahkamah Agung,” terangnya.
Ketua Perhimpunan Mahasiswa S3 Hukum (PERMAS) FH Universitas Diponegoro Semarang ini menyatakan bahwa APINDO Rembang juga akan mengajukan gugatan pembatalan penetapan upah minimum Kabupaten Rembang ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Sebagai informasi UMK Kabupaten Rembang Tahun 2022 saat ini sebesar Rp 1.874.322 (satu juta delapan ratus tujuh puluh empat ribu tiga ratus dua puluh dua rupiah).
Sepanjang Quartal IV Tahun 2021 sampai dengan Quartal III Tahun 2022 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Rembang sebesar 3,85%; Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah sebesar 5,37%; dan Inflasi Provinsi Jawa Tengah sebesar 6,4%.
UMK Kabupaten Rembang Tahun 2023 jika dihitung berdasarkan PP Nomor 36 Tahun 2021 akan naik 4,81% sehingga menjadi Rp 1.964.422 (satu juta Sembilan ratus enam puluh empat ribu empat ratus dua puluh dua rupiah); sedangkan jika memakai dasar Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 akan naik 7,56% sehingga menjadi Rp 2.015.927 (dua juta lima belas ribu Sembilan ratus dua puluh tujuh rupiah).
Berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tanggal 25 November 2021, menyatakan bahwa pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan dinyatakan inkonstitusional bersyarat yang artinya UU Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dilakukan perbaikan maksimal 2 tahun dan jika tidak dilakukan perbaikan maka UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara permanen.
Selain itu MK memerintahkan Pemerintah untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja. PP Nomor 36 Tahun 2021 merupakan peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan UU Cipta Kerja yang seharusnya sampai ada perubahan UU Cipta Kerja tidak boleh ada peraturan perundangan apapun yang menggantikannya. Rom