Rembangcyber.net, Jakarta – Kementerian Agama terus menggencarkan upaya penguatan moderasi beragama. Salah satu aktor penting dalam kampanye ini adalah para penyuluh agama yang bersentuhan langsung dalam tugas layanan kemasyarakatan.
Staf Khusus Menag Bidang Media dan Komunikasi Wibowo Prasetyo menegaskan bahwa penyuluh agama berperan strategis dalam diseminasi ide penguatan moderasi beragama (MB). Sebab, kebijakan penguatan MB diarahkan pada upaya membentuk SDM Indonesia yang berpegang teguh dengan nilai dan esensi ajaran agama, berorientasi menciptakan kemaslahatan umum, dan menjunjung tinggi komitmen kebangsaan.
Penguatan SDM menjadi kerja sehari-hari para penyuluh agama. Namun demikian, di era digital, pendekatannya tidak cukup konvensional.
“Pendekatan kepenyuluhan harus berubah, tidak semata melalui media konvensional tatap muka, tapi juga mengoptimalkan media digital,” terang Wibowo, panggilan akrabnya, saat memberikan pembekalan kepada ratusan penyuluh agama di Kabupaten Blora, Jumat (26/8/2022).
Hadir Bupati Blora Arief Rohman, Kabid Penaiszawa Kanwil Kemenag Jateng Afief Mundzir, Kepala Kemenag Kabupaten Blora M Kafit, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Blora Aunur Rofiq, Romo Stefanus Darno, dan pegiat media komunitas Blora Moesava.
“Penyuluh bersama seluruh elemen Kemenag, harus mampu mengisi ruang digital dengan konten-konten moderasi beragama sebagai penyeimbang sekaligus pengarusutamaan informasi di ruang media sosial, baik youtube, fanspage Facebook, twitter, Instagram, tiktok, pembuatan meme, dan lainnya,” sambungnya.
Wibowo mengingatkan, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah mewariskan disrupsi informasi. Dunia digital menyajikan narasi keagamaan yang bebas akses dan kerapkali dimanfaatkan kelompok tertentu untuk menyuburkan konflik dan menghidupkan politik identitas.
Mengutip Heidi Campbell, Wibowo mengatakan bahwa era digital juga berdampak pada pudarnya afiliasi terhadap lembaga keagamaan, bergesernya otoritas keagamaan, menguatnya individualisme, dan perubahan dari pluralisme menjadi tribalisme. Dalam kondisi yang seperti itu, kajian keagamaan menjadi arena basah yang mudah dipermainkan dan dinarasikan sesuai keinginan subjektif semata.
“Media digital menjadi komoditas baru dalam menyebarkan ideologi keagamaan. Teknologi dapat membuka, membentangkan, sekaligus memengaruhi pola dan cara pandang seseorang, walaupun disatu sisi juga sebaliknya, dapat menimbulkan ketakutan, ketidakpuasan, dan pemenjaraan,” tuturnya.
“Ini menjadi tantangan bersama dan semua kita perlu memberikan kontra narasi untuk melahirkan framing beragama yang substantif dan esensial yaitu moderat dan toleran,” tegasnya.
Dijelaskan, moderasi beragama adalah cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama, dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum, berlandaskan prinsip adil, berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa. Penguatan moderasi beragama (MB), lanjutnya, sekarang menjadi salah satu program prioritas nasional dan amanat Perpres No. 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024. Secara operasional, Kemenag sudah menerbitkan Peraturan Menteri Agama No. 18 Tahun 2020 tentang Renstra Kementerian Agama 2020-2024.
“Penguatan moderasi beragama harus dilakukan secara sinergis. Penyuluh dapat menjalin kerjasama dengan civitas akademika kampus PTKN melalui Rumah Moderasi. Sinergi efektif para pihak diharapkan dapat menjadi lokomotif gerakan moderasi beragama yang menyampaikan pesan agama yang damai dan toleran, sangat relevan untuk menjadi wadah kontra narasi pemahaman keagamaan yang rigid,” pesannya.
“Dengan memanfaatkan ruang digital teknologi informasi, maka penyebarluasan moderasi beragama dapat menjangkau masyarakat lebih luas dan lebih khusus pada generasi milenial. Perebutan ruang digital menjadi kunci untuk mendominasi narasi-narasi keagamaan dalam ruang media sosial,” pungkas Wibowo. Rom/Ril