Thong-Thongklek Warisan Budaya Rembang, Lebih Dari Sekedar Musiman


REMBANGCYBER.NET – Rembang, kota kecil yang ada di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, merupakan kota yang kaya akan keragaman budaya. Rembang memiliki banyak warisan budaya terutama budaya kesenian.

Salah satu kesenian musik tradisional yang sangat populer di daerah Tuban, Jawa Timur dan Rembang adalah Thong-Thongklek atau biasa disebut Thongklek.

Kesenian Thongklek sudah sangat familier. Alat musik yang digunakan berasal dari bambu yang dibuat kentongan yang ditabuh dengan kayu kecil.

Thongklek merupakan tetabuhan yang biasa dimainkan anak-anak desa, bahkan anak-anak komplek di perkotaan untuk membangunkan warga saat sahur di bulan Ramadan.

cek

Kesenian Thongklek merupakan kesenian musik yang unik karena memadukan alat musik modern dan tradisional. Bahkan perkakas dapur seperti ember, blung air, jeriken, galon, bisa disulap menjadi alat musik yang berirama sangat unik yang berbeda dengan suara musik lainnya.

Selain itu, penggunaan alat musik gamelan juga menambah keunikan irama yang dihasilkan oleh kesenian Thongklek.

Ary Sutikno, anggota Perkumpulan Seniman dan Pekerja Dangdut Rembang (Pasdendang) menuturkan, Thongklek tidak memiliki sejarah pasti karena zaman dahulu anak-anak muda secara spontan membuat inovasi alat musik dari bambu yang dipotong lalu diberi lubang memanjang sehingga terdengar suara “klek” saat ditabuh.

“Alat musik dari bambu itu dikolaborasikan dengan peralatan dapur bekas sebagai penyeimbang irama sehingga tercetuslah kata Thong-Thongklek,” ucapnya.

Ary Sutikno menambahkan, karena keunikannya itu, maka dihelat festival Thongklek setiap tahun di Kota Rembang.

“Awalnya memang musik anak-anak kampung untuk bangunin sahur pas puasa tapi lama-lama dibikin kontes, ajang festival,” tambah Ary yang juga merupakan salah satu seniman Rembang yang rutin mengikuti festival tahunan Thongklek sejak 1989.

Di era 70 hingga 80-an, Thongklek dimainkan tanpa alat musik lain termasuk gamelan. Kala itu, pemain berjalan keliling kampung atau daerah sebagai display Thongklek tersebut. Bahkan, saat itu, penyanyi Thongklek tidak ada wanita seperti yang banyak dijumpai di masa sekarang.

Karena perkembangan zaman, penyanyi wanita lebih disukai oleh penonton. Pada tahun 1990 hingga tahun 2000-an, Thongklek pernah dikolaborasikan dengan alat musik modern seperti gitar, bass, bahkan keyboard saat ajang festival. Tetapi, sejak tahun 2010, Thongklek benar-benar kembali seperti pada masa dulu, tradisional tanpa tambahan alat musik modern.

Thongklek hanya dikolaborasikan dengan gamelan, seruling, kendang dan icik-icik (tamborin). Hal ini bertujuan agar sifat serta nuansa tradisional kesenian Thongklek tetap terasa kuat.

Ketidakjelasan terkait sejarah kesenian Thongklek ini sangat disayangkan karena Thongklek merupakan kesenian musik khas yang harus dilestarikan.

Saat ini, banyak warga luar Rembang maupun luar Jawa Tengah yang mengetahui kesenian Thongklek, bahkan hingga manca negara karena media sosial telah menjamur hingga siapapun dapat mengunggah dan mengakses tontonan kesenian tersebut.

Sayangnya, orang-orang hanya tahu sebatas kesenian Thongklek yang seperti itu, jarang yang mengetahui bahwa Thongklek merupakan kesenian khas Kabupaten Rembang.

Jika ditelusuri lebih dalam, sejarah Thongklek sudah ada saat zaman Walisongo menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa, khususnya di Kabupaten Rembang.

Fakta ini dapat dilihat di museum peninggalan sejarah Walisongo, yang terdapat berbagai alat musik gamelan dan juga bambu semacam kentongan.

Dapat dikatakan, bahwa musik Thongklek sudah ada sejak zaman Walisongo meskipun masih menjadi kontroversi hingga saat ini.

Terlepas dari sejarah Thongklek atau Thong-Thongklek yang kontroversial, sebagai warga Rembang sebaiknya terus melestarikan dan bangga dengan kesenian daerah tradisional yang unik sehingga dapat dikenal oleh anak cucu generasi mendatang. (ANs)

*Penulis adalah mahasiswi UIN Semarang

Exit mobile version